-->

Sudah tahu dampak kerugian yang terjadi jika membeli buku bajakan?

Posting Komentar
-
Menulis itu butuh proses. Menghabiskan waktu sekitar satu sampai lima tahun lamanya untuk melahirkan sebuah naskah. Dari kelahirannya sebagai naskah—yang ditulis dengan penuh perjuangan—barulah diajukan ke penerbit.
Menerjang penolakan demi penolakan.
Ditolak di penerbit satu, dikirim ke penerbit lain. Ditolak lagi, dikirim lagi ke penerbit lainnya. Tak kenal lelah. Hingga pada akhirnya bertemulah dengan penerbit yang menerimanya. Penerbit yang mau mengolah naskah itu agar menjadi buku.
Dimodali hingga puluhan juta—oleh penerbit—bahkan hingga ratusan juta untuk hadirnya naskah tadi menjadi sebuah buku. Agar kiranya menjadi sebuah bahan bacaan yang harapannya memberikan; hiburan, pengetahuan, dan banyak hal lainnya.
Belum selesai! Langkah selanjutnya agar buku dikenal masyarakat, diperlukan promosi. Biaya promosi pun untuk satu buku saja, bisa menghabiskan dana puluhan juta, bahkan lebih.
Jika berhasil, buku tersebut akan menjadi populer. Jika mencapai target penjualan, barulah memiliki pelekat best seller. Diminati. Disukai. Disayangi oleh pembaca.
Dan, di balik kerja keras di atas, baik dimulai dari penulis hingga semua yang bekerja keras untuk menciptakan sebuah buku. Sebuah bahan bacaan. Yang kiranya dapat mencerahkan dan membuka cakrawala. Namun, sangat amat disayangkan.
Karena setelah buku diakui pembaca. Dikenal masyarakat. Memiliki penanda “Best Seller”. Muncullah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mengambil keuntungan sendiri dan meresahkan beberapa pihak.
Bahkan, dia tidak mau tahu, bagaimana perjalanan sebuah buku. Bagaimana seorang penulis menciptakan kata demi kata hingga menjadi sebuah kalimat. Dari kalimat demi kalimat menjadi sebuah paragraf. Dari paragraf demi paragraf menjadi sebuah bab. Dan dari bab demi bab menjadi sebuah naskah. Lalu pada akhirnya dilirik penerbit untuk dicetaknya hingga jadilah sebuah buku.
Tidak. Mereka—pembajak buku—tidak melihat perjalanan itu. Mereka menutup mata. Menipu dunia. Menipu dirinya. Menipu pembaca. Menipu pembeli dengan bisnis konyolnya yang keji. Tak ada hati memang. Mereka menghalalkan segala cara demi keserakahan. Demi keuntungan yang hina.
Kenapa? Para pengarang hanya bisa bertanya dan bertanya. Namun tak, menemukan jawaban.
Kenapa bukunya dibajak? Kenapa dan kenapa? Para penerbit pun demikian, terus berteriak histeris dalam diamnya. Melihat buku terbitan terbaiknya dijual dengan harga miring. Baik penerbit maupun penulis tidak mendapatkan apa-apa, walau sepeser pun.
Bukan apa, buku itu adalah jendela cakrawala. Di mana ilmu berpusat di dalamnya. Dari bukulah terkadang pencerahan ditemukan. Namun, tak banyak mengindahkan hal itu. Yakin saja, bahwa cakrawala hanya terbuka untuk jalan yang benar. Atau ia—jendela cakrawala—tidak ada di dalam buku bajakan.
Tidak percaya? Buktikan saja!
Cakrawala itu hadir dengan izin Yang Mahakuasa. Dan, buku bajakan tidak dikaruniai-Nya. Tidak ada ridho dari Yang Maha Pengasih di dalamnya.
Terus banyak yang berkilah: tidak tahu mana yang asli dan mana yang bajakan.
Hei!
Hanya orang tidak normal yang tak dapat membedakan mana buku asli dan mana buku palsu.
Pertama; kualitas. Dari segi kualitas cetak. Buku asli dicetak atau diprint satu per satu. Otomatis bukunya tidak tampak seperti fotokopian. Sedangkan buku bajakan, sangat berantakan, percikan tinta di mana-mana. Pernah melihat cetakan print dan cetakan fotokopi, bukan? Begitulah perbedaannya.
Kedua; kertas. Kertas yang digunakan pun sangat berbeda. Buku asli baunya terasa menenangkan. Menyejukkan jiwa pembaca, sehingga mata akan asik menikmati rangkaian kalimat demi kalimat sampai khatam. Sedangkan buku bajakan berbau karton lapuk. Bikin enek. Jangankan menyejukkan, malah bikin perih mata ketika membacanya.
Keempat; sampul. Sampul buku asli dicetak dengan indah. Warnanya terang dan klasik. Sedangkan buku bajakan warnanya pucat parah.
Seperti buku yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan misalnya, judul-judulnya selalu dicetak dengan tulisan timbul. Sedangkan buku bajakan tidak. Tidak ada pembajak buku yang mampu membuat sampul dengan tulisan timbul pada judul buku.
Percayalah!
Apakah Anda punya buku terbitan dari Mizan Publishing yang tulisan judulnya tidak timbul? Coba periksa lagi, deh! Benarkah itu buku asli? Atau jangan-jangan Anda salah satu korban dari pembajak buku.
Kelima; harga. Yang paling mencolok dan membedakan antara buku palsu dengan buku asli, ialah harga.
Harga buku asli, punya standar tertentu. Karena ada perhitungan meliputi: biaya produksi, pajak, marketing dan royalti untuk penulis. Harga buku asli alias original, paling murahlah jika harganya 50 ribu ke atas. Kecuali jika pihak penerbit sedang melakukan cuci gudang, biasanya harga buku lama akan dijual secara obral.
Sedangkan buku bajakan—di luar sana—bisa didapatkan dengan harga, paling mahal 25 ribu. Bahkan, pernah admin melihat buku bajakan yang harganya kurang dari sepuluh ribuan. Mengerikan sekali, bukan?
Kenapa bisa begitu?
Ya tentu saja. Pihak pembajak buku tidak memberi royalti pada penulis. Tidak melakukan promosi. Tidak membayar cukai. Dan hasil penjualan seratus persen diambil sendiri tanpa memedulikan pihak yang dirugikan. Pokoknya, yang ia atau si pembajak buku kerjakan hanyalah mengambil keuntungan dari kerja keras orang lain—kerja keras banyak pihak.
Wahai pembaca yang budiman, jika Anda membeli buku bajakan, maka pihak pembajak buku pun akan semakin merajalela. Semakin gencar melakukan aksinya karena ada yang beli. Ada yang mendukung kegiatannya.
“Harga daging ikan segar dan ikan bonyok memang selisih miring. Tapi ikan segar akan memberikan khasiat pada tubuh, sedangkan ikan bonyok tidak. Bahkan, terkadang merusak sistem pencernaan.”
Bagaimana kalau tidak mampu untuk membeli buku asli, misalnya? 
Sebaiknya tidak usah membaca kalau begitu. Percuma. Percuma Anda mengeluarkan uang untuk mendukung aksi kriminal di negeri ini.
Percuma. Ilmunya pun tidak akan sampai. Yang Mahatahu tidak akan membuka pintu cakrawala bagi orang mencarinya dengan jalan yang tidak benar.
Pernah melihat seseorang yang mengeluh, karena merasa semua teori dalam buku sudah dibacanya, tapi susah untuk dipraktikkan? Susah untuk diaplikasikan? Padahal buku itu telah menunjukkan dengan sedetail-detailnya dan sangat terang-terangan. Akan tetapi, malah seakan tertutup semuanya. Pikirannya seolah diselimuti kabut tebal.
Coba periksa kembali, buku apakah yang sedang atau pernah dibacanya? Asli atau bajakankah?
Oke, kembali lagi, tanya pada diri sendiri, jika seandainya Anda adalah seorang penulis. Apa kira-kira Anda akan senang jika buku yang Anda tulis bertahun-tahun lamanya, dijual—oleh pembajak—ribuan eksemplar, tapi Anda tidak mendapatkan royalti sepeser pun?
Tentu tidak, kan?
Atau coba posisikan diri Anda pada pihak penerbit! Tidak usah terlalu jauhlah seperti penerbit mayor yang ada di luar negeri! Cukup bayangkan diri Anda sebagai penerbit di Indonesia saja.
Jika seandainya Anda adalah pemilik penerbit, kira-kira apa yang akan Anda rasakan jika mendapati buku dari penerbitan Anda dibajak? Marah?
Sudah pasti! Karena usaha penerbitan itu hanya akan mendapatkan pemasukan dari laku-nya sebuah buku yang diterbitkan. Andaikan semua buku yang Anda terbitkan berhasil meraih pelekat “Best Seller” dan semuanya pun dibajak oleh pihak tak bermoral. Kira-kira berapa banyak kerugian yang Anda alami?
Renungkanlah!
Pihak pembajak buku akan semakin beraksi membajak buku-buku best seller jika ada yang terus mendukung aksinya. Jika ada yang terus membeli bukunya.
Dan, ingatlah! Buku bajakan alias palsu, tidak akan memberikan ilmu yang Anda cari. Buku asli saja terkadang, mata resah dan terasa malas membacanya, apatah lagi kalau buku palsu. Yang di mana cetakannya bikin mata merintih ketika membacanya.
Admin bisa jamin, panca indra penglihatan Anda tidak akan berselera menatap buku palsu, jika sebelumnya selalu membaca buku asli. Admin pernah mencoba, soalnya. Jangankan membaca, yang admin lakukan hanya mengumpat dan tidak percaya. Masa buku bajakan bisa sampai di Desa yang amat terpencil ini?
Tapi, apalah yang hendak dilakukan? Toh, pelaku pembajak buku pun ada di mana-mana. Tugas kita hanya satu: jika memang Anda suka membeli buku, jangan beli buku bajakan! Apapun alasannya.
Jika Anda ingin membeli buku, sedangkan masih belum cukup uang, beli ebook saja terlebih dahulu! Itu lebih baik daripada membeli buku cetak bajakan. Di play book misalnya, bahkan Anda bisa menemukan buku-buku best seller terbaik dengan harga yang amat terjangkau. Coba, deh!
Baiklah, pembaca yang baik hatinya, semoga dengan telahnya Anda membaca artikel ini, pikiran Anda terbuka dan bisa menyadari, bahwa membeli buku bajakan, selain merugikan diri sendiri juga merugikan beberapa pihak. Dan ternyata memberikan keuntungan sebesar-besarnya kepada pihak pembajak.
Salam literasi! Semoga kegiatan membaca Anda menjadi lebih menyenangkan. Terimakasih.... Sampai jumpa di artikel selanjutnya.
OD Riadi
Hai, saya akan berterimakasih sekali jika berkenang memberikan tanggapan atau komentar perihal artikel ini. Bila sempat, mohon bagikan ke sosmed berikut, supaya teman kamu juga tahu.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter